ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT
MALNUTRISI
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep Teori
2.1.1
Pengertian
WHO mendefinisikan
malnutrisi adalah kekurangan kalori-protein (KKP) sebagai ketidakseimbangan
seluler antara intake kalori dengan kebutuhan tubuh yang diperlukan untuk pertumbuhan,
pemeliharaan dan fungsi-fungsi spesifik (Blossner, 2005).
Kwasiorkor dan
marasmus merupakan dua tipe dari malnutrisi. Perbedaan yang jelas dari kedua
kondisi KKP ini adalah pada kwashiorkor didapatkan edema, sedangkan pada
marasmus tidak didapatkan edema, marasmus terjadi berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake kalori dan protein, sedangkan pada kwashiorkor intake kalori
normal tetapi asupan protein tidak adekuat. Pada studi, kondisi marasmus
dihubungkan dengan adaptasi terhadap kelaparan, sedangkan pada kwashiorkor
merupakan gangguan adaptasi terhadap kelaparan (shashidhar, 2009).
Jadi kesimpulannya,
Malnutrisi adalah kekurangan asupan baik itu kalori maupun protein sehingga
kebutuhan nutrisi dalam tubuh tidak terpenuhi serta dapat menyebabkan
pertumbuhan terhambat dan fungsi-fungsi tubuh menjadi tidak berrfungsi dengan
baik dan jika tidak ditangani maka akan berdampak buruk sampai ke kematian.
2.1.2 Epidemiologi
Hasil survey dari Negara Inggris yang diselenggarakan
oleh DHSS dan diterbitkan dalam tahun 1979 terlihat bahwa 3% dari subjek yang
diteliti mengalami malnutrisi klinik. Apabila angka ini tidak mengikutsertakan
kasus-kasus kegemukan dalam keseluruhan populasi manula maka akan terdapat
300.000 manula dengan diet yang tidak memadai yang tidak dapat dihindari dan
dapat membawa pengaruh buruk bagi kesehatan. Kelainan gizi yang sering dijumpai
dalam survey adalah obesitas, konsumsi yang rendah pada asam folat, vit. C,
vit. D, vit. B, zat besi, dan kalsium.
Pada
umumnya masyarakat indonesia telah mampu mengkonsumsi makanan yang cukup secara
kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih cukup banyak yang belum mampu
mencukupi kebutuhan gizi minimum. Departemen Kesehatan juga telah melakukan
pemetaan, dan hasilnya menunjukan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72%
kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2
– 4 dari 10 balita di Indonesia menderita gizi kurang.
Sesuai
dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita
yang dirawat mondok di rumah sakit masih tinggi. 935 (38%) penderita malnutrisi
dari 2453 anak balita yang dirawat di RSU Dr. Pirngadi Medan. Mereka terdiri
dari 67% gizi kurang dan 33% gizi buruk. Penderita gizi buruk yang paling
banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo Surabaya mendapatkan
47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%. Hal ini dapat dipahami
karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan
higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta
terjadinya krisis ekonomi di ludonesia.
2.1.3 Etiologi
-
Penyebab
langsung:
·
Kurangnya
asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh
kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang
diberikan dan cara pemberian makanan yang salah.
·
Adanya
penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan makanan dan
penggunaan nutrien oleh tubuh.
-
Penyebab
tidak langsung:
·
Kurangnya
ketahanan pangan keluarga: Keterbatasan keluarga untuk menghasilkan atau
mendapatkan makanan.
·
Kualitas
perawatan ibu dan anak.
·
Buruknya
pelayanan kesehatan.
·
Sanitasi
lingkungan yang kurang.
2.1.4 Klasifikasi
Kurang
Energi Protein, secara umum dibedakan menjadi marasmus dan kwashiorkor.
a. Marasmus adalah suatu keadaan
kekurangan kalori protein berat. Namun, lebih kekurangan kalori daripada
protein. Penyebab marasmus adalah sebagai berikut:
-
Intake
kalori yang sedikit.
-
Infeksi
yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.
-
Kelainan
struktur bawaan.
-
Prematuritas
dan penyakit pada masa neonates.
-
Pemberian
ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
-
Gangguan
metabolisme.
-
Tumor
hipotalamus.
-
Penyapihan
yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang.
-
Urbanisasi.
b.
Kwashiorkor
adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar.
Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Penyebabnya adalah:
-
Intake
protein yang buruk.
-
Infeksi
suatu penyakit.
-
Masalah
penyapihan.
2.1.5 Patofisiologi
Kondisi KKP akan
memberikan pengaruh terhadap banyak sistem organ. Diet protein diperlukan untuk
membentuk asam amino yang disintesis memiliki berbagai fungsi fisiologis untuk
tubuh. Energy yang esensial untuk keperluan biomekanis da fungsi mekanis yang
terdapat pada mikronutrient diperlukan pada banyak fungsi metabolic di dalam
tubuh sebagai komponen dan kofaktor dari proses enzim.
Gangguan
pekembangan, gangguan kognitif, atau gangguan psikologi, serta perubahan respon
imum merupakan faktor signifikan yang menyebabkan terjadinya KKP. Perubahan
respon imun berhubungan dengan individu yang menderita AIDS dan keganasan.
Penurunan hipersensitivitas, penurunan kadar T limfosit, gangguan respon
limfosit, gangguan fagositosis, penurunan komplemen dan sitokrit merupakan
respon yang terjadi pada penurunan imunitas. Perubahan fungsi imun ini
memberikan predisposisi terjadinya penyakit berat dan kronis, terutama pada
diare akibat infeksi menyebabkan gangguan nutrisi. (shashidhar, 2009).
Pada beberapa
studi, anak dengan KKP menggambarkan banyak perubahan pada perkembangan otak
seperti lambatnya pertumbuhan besar otak, berat otak yang kurang, penipisan
kortek serebri, pernurunan jumlah neuron, insufisiensi mielen, dan perubahan
dendrite pada sum-sum tulang belakang (benitez, 1999). Perubahan patologis
lainnya adalah degenerasi lemak pada hati dan jantung, atrofi pada usus halus, dan
penurunan volume intravaskuler yang memberikan resiko hiperaldosteronisme
(shashidhar, 2009).
Rambut mudah rontok
dikarenakan kekurangan perotein, vitamin A, vitamin C, dan vitamin E karena
keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga
mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi Karena defisiensi Vitamin A dan
protein. Pada retina, terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang berfungsi
membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batan atau rodopsin ini terbentuk dari
vitamin A dan suatu protein. Pada retina, terdapat sel batang dan sel kerucut.
Sel batang berfungsi membedakan
cahaya terang dan gelap. Sel batang atau
rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang
mengenai sel rodopsin, makasel tersebut akan terurai. Sel tersebut.
Mengumpulkan lagi pada cahaya gelap. Inilah yang disebut Adaptasi rodopsin.adaptasi in butuh waktu. Jadi, rabun senja kecil
terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin (Abayomi, 2004).
Turgor atau
elastisitas kulit jelek Karena sel kekurangan air (dehidrasi). Refleks patella
negarif terjadi Karena kekurangan aktin
myosin pada tendo patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangan
protein, Cu, dan Mg seperti pada gangguan neurotransmitter. Hepatomegali
terjadi karena kekurangan protein. Hal ini membuat penurnan VLDL dan LDL. Oleh
karena pernurunan VLDL dan LDL, maka, maka lemak yang di hepat sulit ditranport
kejaringan-jaringan, pada akhirnya terjadi penumpukan lemak di hati (blossner,
2005).
Pada anak
kwashiorkor didapatkan gejala khas yaitu pitting edema. Pitting edema adalah
edema yang jika di tekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein sehingga tekanan onkotik intravascular
menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.
Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita
kwashiorkor tidak ada kompensasi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal
natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita
kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi malnutrien. Ketika
ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak
terfiksasi oleh membrane sel. Untuk kembalinya membutuhkan waktu yang lama
karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah
karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Muller, 2005).
Kondisi KKP memberikan berbagai masalah keperawatan.
2.1.6 Manifestasi Klinis
Adapun
tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut:
a)
Kelelahan
dan kekurangan energi
b)
Pusing
c)
Sistem
kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan
infeksi)
d)
Kulit
yang kering dan bersisik
e)
Gusi
bengkak dan berdarah
f)
Gigi
yang membusuk
g)
Sulit
untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
h)
Berat
badan kurang
i)
Pertumbuhan
yang lambat
j)
Kelemahan
pada otot
k)
Perut
kembung
l)
Tulang
yang mudah patah
m)
Terdapat
masalah pada fungsi organ tubuh
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
-
Laboratorium
-
Radiografi dengan
kontras barrem
2.1.8 Penatalaksanaan
Medis
Tujuan pengobatan
pada KKP adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein, serta mencegah
kekambuhan. Pada KKP tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan
mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami
komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis, dan lain-lain perlu mendapat
perawatan dirumah sakit.
Penatalaksanaan KKP
yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap. Tahap awal yaitu 24-48 jam
pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara
lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan
intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan darrow-glucosa atau ringer
lactate dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200ml/kgBB/hari. Mula-mula
diberikan 60ml/kgBB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan
dalam 16-20 jam berikutnya. Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar
penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit sehingga dapat
langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap
pemberian makanan (IDAI, 2004).
Antibiotik perlu diberikan karena penderita marasmus sering disertai
infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan
penicillin dan streptomycin. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut:
a)
Kemungkinan hipoglikemia
dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix. Bila kadar gula darah kurang dari 40%
diberikan terapi 1-2 ml glukosa 40%/kgBB/IV.
b)
Hiptermia diatasi dengan
penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya. Dapat diberikan botol panas atau
pemberian makanan sering tiap 2 jam.pemantauan penderita dapat dilakukan dengan
cara penimbangan berat badan, pengkuran tinggi badan, serta tebal lemak
subkutan. Pada minggu-minggu pertama sering belum dijumpai pertambahan berat
badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah dijumpai penambahan berat badan.
Penderita boleh dipulangkan bila
terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu
makan telah kembali dan penyakit infeksi telah teratasi. Penderita yang telah
kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang
dimakan sehari-hari.
2.1.9 PENATALAKSANAAN
-
Memperhatikan kebutuhan gizi pada lansia. Kecukupan
energy sehari yang dianjurkan untuk pria berusia lebih tua atau sama dengan 60
tahun dengan berat badan sekitar 62 kg adalah 2200 kkal sedangkan untuk
perempuan adalah 1850 kkal
-
Memperhatikan bentuk dan variasi makanan yang menarik
agar tidak membosankan (bentuk cair, bubur saring, bubur, nasi tim, nasi biasa)
-
Menambah makanan cair lain / susu bila lansia tidak
bias menghabiskan makanannya
-
Bila terdapat penyakit metabolic seperti DM, gula
sederhana dihindari, bila terdapat penyakit gagal ginjal sebaliknya dipilih
asam amino yang esensial.
-
Perubahan sederhana untuk memperbaiki diet yaitu:
·
Minum satu gelas sari buah yang murni (jangan
dicampuri air ataupun gula)
·
Sarapan dengan biji-bijian utuh (misalnya havermout,
beras merah) dan telur setiap pagi
·
Mengusahakan makan daging atau ikan paling tidak
sekali dalam sehari
·
Minum segelas susu pada waktu akan tidur
·
Paling sedikit makan satu porsi sayuran setiap hari.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Anamnesa
v
Identitas: paling sering
terjadi pada anak-anak laki-laki maupun perempuan.
v
Keluhan utama: Kelelahan
dan kekurangan energy, pusing, sistem kekebalan tubuh yang rendah
(yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi), kulit yang kering dan bersisik, gusi bengkak dan berdarah, gigi yang membusuk, sulit untuk berkonsentrasi dan
mempunyai reaksi yang lambat, berat
badan kurang, pertumbuhan
yang lambat, kelemahan
pada otot, perut
kembung, tulang
yang mudah patah, erdatpat masalah pada fungsi organ tubuh.
v
Riwayat penyakit sekarang: Kelelahan dan kekurangan energy, pusing, sistem kekebalan tubuh yang rendah
(yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi), kulit yang kering dan bersisik, gusi bengkak dan berdarah, gigi yang membusuk, sulit untuk berkonsentrasi dan
mempunyai reaksi yang lambat, berat
badan kurang, pertumbuhan
yang lambat, kelemahan
pada otot, perut
kembung, tulang
yang mudah patah, terdapat
masalah pada fungsi organ tubuh.
v
Riwayat penyakit dahulu:
ü
Penyebab
langsung: Kurangnya asupan makanan, adanya penyakit.
ü
Penyebab
tidak langsung: Kurangnya
ketahanan pangan keluarga (keluarga
untuk menghasilkan atau mendapatkan makanan), kualitas perawatan ibu dan anak, buruknya pelayanan kesehatan, sanitasi lingkungan yang kurang.
v
Riwayat keluarga: mengidentifikasi
komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tetang penyakit pasien
(abayomi, 2004)
v Pola ADL:
ü
Nutrisi: mengeluh
sering buang air besar, melaporkan penurunan berat badan terus-menerus meskipun
meningkatkan asupan nutrisi oral, mual, muntah, riwayat kekurangan protein dan
kalori relative lama.
ü Eliminasi: mengeluh sering buang air besar, melaporkan
sering diare.
ü Aktivitas: kelelahan, kelemahan otot,
merasa pusing atau lemah ketika berdiri.
ü Hygiene: kurang kebersihan diri.
b.
Pemeriksaan Fisik
v
B1: dyspnea
v
B2: gusi bengkak dan berdarah, hipotensi
v
B3: pusing,
v
B4: diare
v
B5: penurunan berat badan,
membran mukosa kering, mual, muntah.
v
B6: kulit yang kering dan bersisik, tulang yang mudah patah, kelemahan
otot.
2.2.2 Diagnosis Keperawatan
a)
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien ditandai
dengan diare, bising usus hiperaktiif, menghindari makan, berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal.
b)
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif ditandai dengan kelemahan, penurunan
turgor kulit, membrane mukosa kering, kulit kering dan haus.
c)
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan ditandai
dengan letih dan lemah.
d)
Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status cairan ditandai
dengan kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit.
2.2.3 Perencana Keperawatan
1.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien
ditandai dengan diare, bising usus hiperaktiif, menghindari makan, berat badan
20% atau lebih dibawah berat badan ideal.
v Goal : klien akan mempertahankan status nutrisi yang adekuat selama dalam perawatan.
v
Objective : klien
menunjukan absorbsi nutrisi membaik
v
Outcomes : dalam
jangka waktu 1x24 jam klien mampu:
·
Mengurangi diare
·
Bising usus dalam batasan normal (5-35x/ menit)
·
BB ideal
·
Tidak menghindari makanan
Intervensi:
1)
Jelaskan kepada anak dan keluarga dampak bila
anak tidak mau makan dalam jangka w aktu
yang lama.
R/: Asupan nutrisi yang kurang bisa
menyebabkan penurunan berat badan dan pengurangan pembentukan energi.
2) Anjurkan
anak untuk berkumur dahulu sebelum makan.
R/: Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
3) Anjurkan
kepada keluarga untuk beri makanan
sedikit tapi sering
R/: Mengurangi beban kerja lambung sehingga
mengurangi mual.
4) Kolaborasi
dalam pemberian nutrisi parenteral infus Ringer Laktat in D5%
1250cc/24 jam dan Kolaborasi
dalam pemeriksaan Hb
R/: Infus mengandung glukosa dan sodium
klorida yang dapat membantu pemenuhan nutrisi dan elektrolit tubuh. Hb merupakan salah satu unsur darah yang
disintesis dari sat besi. Keduanya diperoleh dari asupan nutrisi yang
dikonsumsi pasien, sehingga Hb merupakan indicator kimiawi yang menunjukan status nutrisi.
5) Observasi
keadaan umum anak, asupan makan anak, dan BB.
R/: Pengukuran BB anak merupakan indikator
dalam penentuan status gizi anak. Mengobservasi keadaan umum dan nafsu makan
anak untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2.
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif ditandai dengan kelemahan, penurunan
turgor kulit, membrane mukosa kering, kulit kering dan haus.
v
Goal : klien akan mempertahankan volume cairan dalam batasan normal
v
Objective :
klien akan mempertahankan cairan aktif selama perawatan
v
Outcomes : dalam
jangka waktu 1x24 jam klien menunjukan:
·
Tidak lemah,
·
turgor kulit membaik,
·
mukosa lembab,
·
tidak haus,
·
kulit tidak kering.
Intervensi:
a) Jelaskan kepada keluarga dan pasien tentang upaya rehidrasi dan partisipasi
yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharaan patensi pemberian infus/ selang sonde.
R/: meningkatkan pemahaman keluarga tentang rehidrasi dan peran keluarga
dalam melaksanakan terapi rehidrasi
b) Pemeriksaan tekanan darah.
R/: hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi
sudah terlibatnya sistem kardiovascular untuk melakukan kompensasi untuk
mempertahankan tekanan darah.
c) Monitoring status cairan (turgor kulit,membran mukosa, urine output)
R/: jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan.
Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring
yang ketat pada prodiksi urine (urine < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda
terjadi syok hipovolemik).
d) Observasi warna kulit, suhu, nadi perifer, dan
diaforesis secara teratur.
R/: mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tekanan perifer.
e) Obsevasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.
R/ upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan
volume cairan.
.
3. Kerusakan
integritas kulit b.d perubahan status cairan ditandai dengan kerusakan lapisan
kulit, gangguan permukaan kulit.
v Goal: integritas kulit klien
membaik.
v Objective: klien akan mempertahankan status cairan yang normal
v Outcomes: dalam waktu 1x24 jam klien menunjukkan lapisan kulit membaik,
gangguan permukaan kulit berkurang.
Intervensi:
a) Jelaskan kepada klien tentang penyebab kerusakan integritas kulit.
R/: pengetahuan yang memadai dapat
meningkatkan sikap kooperatif pasien dan keluarga.
b) Diskusikan faktor presisipitasi,
bila diketahui, dan efek kerusakan integritas kulit jangka panjang
R/: pengetahuan tentang faktor presipetasi dapat membantu meminimalkan
kerusakan kulit.
c) Ubah posisi pasien minimal setiap 2 jam dan ikuti jadwal pengubahan posisi
yang dipasang disamping tempat tidur. Pantau frekuensi pengubahan posisi.
R/: tindakan tersebut dapat mengurangi tekanan pada jaringan, meningkatkan
sirkulasi, dan mencegah kerusakan kulit.
d) Inspeksi kulit pasien setiap pergantian jaga, jelaskan dan dokumentasikan kondisi
kulit, dan laporkan perubahannya
R/: untuk menjukkan keefektifan program perwatan kulit.
4. Intoleransi
aktivitas b.d kelemahan ditandai dengan letih dan lemah.
v
Goal :
klien akan mempertahankan toleransi aktivitas yang adekuat
selama dalam perawatan.
v
Objective : klien
tidak akan mengalami kelemahan selama perawatan
v
Outcomes : dalam
jangka waktu 1x24 jam klien menunjukan:
·
Tidak lemah
·
Tidak letih
Intervensi:
a)
Jelaskan kepada klien dan
keluarga tentang penyebab intoleransi aktivitas.
R/: pengetahuan yang memadai dapat
meningkatkan sikap kooperatif pasien dan keluarga.
b)
Bantu semua kebutuhan anak
dengan melibatkan keluarga pasien.
R/: menurunkan kebutuhan akan kalori
protein yang diperlukan untuk melakukan aktivitas rutin.
c)
Instruksikan dan bantu
klien untuk beraktivitas diselingi istirahat
R/: untuk mencegah keletihan.
d)
Observasi TTV
R/: untuk melihat keberhasilan dari
rencana tindakan.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan
dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan yang telah ditetapkan/ dibuat.
2.2.5 Evaluasi
Keperawatan
- Evaluasi
keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi,
tidak teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria hasil.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Jadi kesimpulannya, Malnutrisi adalah kekurangan asupan baik itu kalori
maupun protein sehingga kebutuhan nutrisi dalam tubuh tidak terpenuhi serta
dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dan fungsi-fungsi tubuh menjadi tidak
berrfungsi dengan baik dan jika tidak ditangani maka akan berdampak buruk
sampai ke kematian.
Tujuan pengobatan
pada KKP adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein, serta mencegah
kekambuhan. Pada KKP tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi
penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan penderita yang
mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis, dan lain-lain perlu
mendapat perawatan dirumah sakit.
3.2 Saran
Agar mahasiswa keperawatan
dapat memahami Asuhan Keperawatan tentang
Malnutrisi dengan baik serta dapat melakukan tindakan keperawatan
sesuai dengan prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Doughty, Dorothy & Deora B. Jackson. 1993. Gastrointestinal
disorders. Mosby’s clinical Nursing Series: Philadelphia
NANDA Internasional.2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta
Taylor, Cynthia M. & Sheila Spark Ralph. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan,
Ed.10. EGC: Jakarta
Carpenito, Linda Juall.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Ed.10.
EGC: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar