Jumat, 09 Mei 2014

asuhan keperawatan pada klien malnutrisi


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT MALNUTRISI


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Konsep Teori

2.1.1        Pengertian
WHO mendefinisikan malnutrisi adalah kekurangan kalori-protein (KKP) sebagai ketidakseimbangan seluler antara intake kalori dengan kebutuhan tubuh yang diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi-fungsi spesifik (Blossner, 2005).
Kwasiorkor dan marasmus merupakan dua tipe dari malnutrisi. Perbedaan yang jelas dari kedua kondisi KKP ini adalah pada kwashiorkor didapatkan edema, sedangkan pada marasmus tidak didapatkan edema, marasmus terjadi berhubungan dengan tidak adekuatnya intake kalori dan protein, sedangkan pada kwashiorkor intake kalori normal tetapi asupan protein tidak adekuat. Pada studi, kondisi marasmus dihubungkan dengan adaptasi terhadap kelaparan, sedangkan pada kwashiorkor merupakan gangguan adaptasi terhadap kelaparan (shashidhar, 2009).
Jadi kesimpulannya, Malnutrisi adalah kekurangan asupan baik itu kalori maupun protein sehingga kebutuhan nutrisi dalam tubuh tidak terpenuhi serta dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dan fungsi-fungsi tubuh menjadi tidak berrfungsi dengan baik dan jika tidak ditangani maka akan berdampak buruk sampai ke kematian.

2.1.2   Epidemiologi
Hasil survey dari Negara Inggris yang diselenggarakan oleh DHSS dan diterbitkan dalam tahun 1979 terlihat bahwa 3% dari subjek yang diteliti mengalami malnutrisi klinik. Apabila angka ini tidak mengikutsertakan kasus-kasus kegemukan dalam keseluruhan populasi manula maka akan terdapat 300.000 manula dengan diet yang tidak memadai yang tidak dapat dihindari dan dapat membawa pengaruh buruk bagi kesehatan. Kelainan gizi yang sering dijumpai dalam survey adalah obesitas, konsumsi yang rendah pada asam folat, vit. C, vit. D, vit. B, zat besi, dan kalsium.
Pada umumnya masyarakat indonesia telah mampu mengkonsumsi makanan yang cukup secara kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih cukup banyak yang belum mampu mencukupi kebutuhan gizi minimum. Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan, dan hasilnya menunjukan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2 – 4 dari 10 balita di Indonesia menderita gizi kurang.
Sesuai dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita yang dirawat mondok di rumah sakit masih tinggi. 935 (38%) penderita malnutrisi dari 2453 anak balita yang dirawat di RSU Dr. Pirngadi Medan. Mereka terdiri dari 67% gizi kurang dan 33% gizi buruk. Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta terjadinya krisis ekonomi di ludonesia.
2.1.3   Etiologi
-       Penyebab langsung:
·         Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah.
·         Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh.
-       Penyebab tidak langsung:
·         Kurangnya ketahanan pangan keluarga: Keterbatasan keluarga untuk menghasilkan atau mendapatkan makanan.
·         Kualitas perawatan ibu dan anak.
·         Buruknya pelayanan kesehatan.
·         Sanitasi lingkungan yang kurang.
2.1.4   Klasifikasi
Kurang Energi Protein, secara umum dibedakan menjadi marasmus dan kwashiorkor.
a.     Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan kalori protein berat. Namun, lebih kekurangan kalori daripada protein. Penyebab marasmus adalah sebagai berikut:
-        Intake kalori yang sedikit.
-        Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.
-        Kelainan struktur bawaan.
-        Prematuritas dan penyakit pada masa neonates.
-        Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
-        Gangguan metabolisme.
-        Tumor hipotalamus.
-        Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang.
-        Urbanisasi.
b.     Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Penyebabnya adalah:
-        Intake protein yang buruk.
-         Infeksi suatu penyakit.
-        Masalah penyapihan.

2.1.5   Patofisiologi
Kondisi KKP akan memberikan pengaruh terhadap banyak sistem organ. Diet protein diperlukan untuk membentuk asam amino yang disintesis memiliki berbagai fungsi fisiologis untuk tubuh. Energy yang esensial untuk keperluan biomekanis da fungsi mekanis yang terdapat pada mikronutrient diperlukan pada banyak fungsi metabolic di dalam tubuh sebagai komponen dan kofaktor dari proses enzim.
Gangguan pekembangan, gangguan kognitif, atau gangguan psikologi, serta perubahan respon imum merupakan faktor signifikan yang menyebabkan terjadinya KKP. Perubahan respon imun berhubungan dengan individu yang menderita AIDS dan keganasan. Penurunan hipersensitivitas, penurunan kadar T limfosit, gangguan respon limfosit, gangguan fagositosis, penurunan komplemen dan sitokrit merupakan respon yang terjadi pada penurunan imunitas. Perubahan fungsi imun ini memberikan predisposisi terjadinya penyakit berat dan kronis, terutama pada diare akibat infeksi menyebabkan gangguan nutrisi. (shashidhar, 2009).
Pada beberapa studi, anak dengan KKP menggambarkan banyak perubahan pada perkembangan otak seperti lambatnya pertumbuhan besar otak, berat otak yang kurang, penipisan kortek serebri, pernurunan jumlah neuron, insufisiensi mielen, dan perubahan dendrite pada sum-sum tulang belakang (benitez, 1999). Perubahan patologis lainnya adalah degenerasi lemak pada hati dan jantung, atrofi pada usus halus, dan penurunan volume intravaskuler yang memberikan resiko hiperaldosteronisme (shashidhar, 2009).
Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan perotein, vitamin A, vitamin C, dan vitamin E karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi Karena defisiensi Vitamin A dan protein. Pada retina, terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang berfungsi membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batan atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Pada retina, terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel  batang berfungsi membedakan cahaya  terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, makasel tersebut akan terurai. Sel tersebut. Mengumpulkan lagi pada cahaya gelap. Inilah yang disebut Adaptasi rodopsin.adaptasi in butuh waktu. Jadi, rabun senja kecil terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin (Abayomi, 2004).
Turgor atau elastisitas kulit jelek Karena sel kekurangan air (dehidrasi). Refleks patella negarif  terjadi Karena kekurangan aktin myosin pada tendo patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangan protein, Cu, dan Mg seperti pada gangguan neurotransmitter. Hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Hal ini membuat penurnan VLDL dan LDL. Oleh karena pernurunan VLDL dan LDL, maka, maka lemak yang di hepat sulit ditranport kejaringan-jaringan, pada akhirnya terjadi penumpukan lemak di hati (blossner, 2005).
Pada anak kwashiorkor didapatkan gejala khas yaitu pitting edema. Pitting edema adalah edema yang jika di tekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein sehingga tekanan onkotik intravascular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensasi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi malnutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membrane sel. Untuk kembalinya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Muller, 2005). Kondisi KKP memberikan berbagai masalah keperawatan.

2.1.6   Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut:
a)     Kelelahan dan kekurangan energi
b)     Pusing
c)     Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi)
d)     Kulit yang kering dan bersisik
e)     Gusi bengkak dan berdarah
f)      Gigi yang membusuk
g)     Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
h)     Berat badan kurang
i)       Pertumbuhan yang lambat
j)       Kelemahan pada otot
k)     Perut kembung
l)       Tulang yang mudah patah
m)   Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
2.1.7   Pemeriksaan Penunjang
-       Laboratorium
-       Radiografi dengan kontras barrem
2.1.8   Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan pada KKP adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein, serta mencegah kekambuhan. Pada KKP tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis, dan lain-lain perlu mendapat perawatan dirumah sakit.
Penatalaksanaan KKP yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan darrow-glucosa atau ringer lactate dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200ml/kgBB/hari. Mula-mula diberikan 60ml/kgBB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya. Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan (IDAI, 2004).
Antibiotik perlu diberikan karena penderita marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicillin dan streptomycin. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a)     Kemungkinan hipoglikemia dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix. Bila kadar gula darah kurang dari 40% diberikan terapi 1-2 ml glukosa 40%/kgBB/IV.
b)     Hiptermia diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya. Dapat diberikan botol panas atau pemberian makanan sering tiap 2 jam.pemantauan penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan, pengkuran tinggi badan, serta tebal lemak subkutan. Pada minggu-minggu pertama sering belum dijumpai pertambahan berat badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah dijumpai penambahan berat badan.
Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makan telah kembali dan penyakit infeksi telah teratasi. Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari. 
2.1.9  PENATALAKSANAAN
-          Memperhatikan kebutuhan gizi pada lansia. Kecukupan energy sehari yang dianjurkan untuk pria berusia lebih tua atau sama dengan 60 tahun dengan berat badan sekitar 62 kg adalah 2200 kkal sedangkan untuk perempuan adalah 1850 kkal
-          Memperhatikan bentuk dan variasi makanan yang menarik agar tidak membosankan (bentuk cair, bubur saring, bubur, nasi tim, nasi biasa)
-          Menambah makanan cair lain / susu bila lansia tidak bias menghabiskan makanannya
-          Bila terdapat penyakit metabolic seperti DM, gula sederhana dihindari, bila terdapat penyakit gagal ginjal sebaliknya dipilih asam amino yang esensial.
-          Perubahan sederhana untuk memperbaiki diet yaitu:
·         Minum satu gelas sari buah yang murni (jangan dicampuri air ataupun gula)
·         Sarapan dengan biji-bijian utuh (misalnya havermout, beras merah) dan telur setiap pagi
·         Mengusahakan makan daging atau ikan paling tidak sekali dalam sehari
·         Minum segelas susu pada waktu akan tidur
·         Paling sedikit makan satu porsi sayuran setiap hari.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
1.      Pengkajian
a.     Anamnesa
v  Identitas: paling sering terjadi pada anak-anak laki-laki maupun perempuan.
v  Keluhan utama: Kelelahan dan kekurangan energy, pusing, sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi), kulit yang kering dan bersisik, gusi bengkak dan berdarah, gigi yang membusuk, sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat, berat badan kurang, pertumbuhan yang lambat, kelemahan pada otot, perut kembung, tulang yang mudah patah, erdatpat masalah pada fungsi organ tubuh.
v  Riwayat penyakit sekarang: Kelelahan dan kekurangan energy, pusing, sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi), kulit yang kering dan bersisik, gusi bengkak dan berdarah, gigi yang membusuk, sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat, berat badan kurang, pertumbuhan yang lambat, kelemahan pada otot, perut kembung, tulang yang mudah patah, terdapat masalah pada fungsi organ tubuh.
v  Riwayat penyakit dahulu:
ü  Penyebab langsung: Kurangnya asupan makanan, adanya penyakit.
ü  Penyebab tidak langsung: Kurangnya ketahanan pangan keluarga (keluarga untuk menghasilkan atau mendapatkan makanan), kualitas perawatan ibu dan anak, buruknya pelayanan kesehatan, sanitasi lingkungan yang kurang.
v  Riwayat keluarga: mengidentifikasi komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tetang penyakit pasien (abayomi, 2004)

v  Pola ADL:   
ü  Nutrisi:         mengeluh sering buang air besar, melaporkan penurunan berat badan terus-menerus meskipun meningkatkan asupan nutrisi oral, mual, muntah, riwayat kekurangan protein dan kalori relative lama.
ü  Eliminasi:    mengeluh sering buang air besar, melaporkan sering diare.
ü  Aktivitas: kelelahan, kelemahan otot, merasa pusing atau lemah ketika berdiri.
ü  Hygiene: kurang kebersihan diri.

b.     Pemeriksaan Fisik
v  B1: dyspnea
v  B2: gusi bengkak dan berdarah, hipotensi
v  B3: pusing,
v  B4: diare
v  B5: penurunan berat badan, membran mukosa kering, mual, muntah.
v  B6: kulit yang kering dan bersisik, tulang yang mudah patah, kelemahan otot.

2.2.2   Diagnosis Keperawatan
a)     Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien ditandai dengan diare, bising usus hiperaktiif, menghindari makan, berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal.
b)     Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif ditandai dengan kelemahan, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, kulit kering dan haus.
c)     Intoleransi aktivitas b.d kelemahan ditandai dengan letih dan lemah.
d)     Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status cairan ditandai dengan kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit.

2.2.3   Perencana Keperawatan
1.    Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien ditandai dengan diare, bising usus hiperaktiif, menghindari makan, berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal.
v  Goal              : klien akan mempertahankan status nutrisi yang adekuat selama dalam perawatan.
v  Objective     : klien menunjukan absorbsi nutrisi membaik
v  Outcomes    : dalam jangka waktu 1x24 jam klien mampu:
·           Mengurangi diare
·           Bising usus dalam batasan normal (5-35x/ menit)
·           BB ideal
·           Tidak menghindari makanan
Intervensi:
1)    Jelaskan kepada anak dan keluarga dampak bila anak tidak mau makan dalam jangka w aktu yang lama.
R/: Asupan nutrisi yang kurang bisa menyebabkan penurunan berat badan dan pengurangan pembentukan energi.
2)    Anjurkan anak untuk berkumur dahulu sebelum makan.
R/: Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
3)    Anjurkan kepada keluarga untuk  beri makanan sedikit tapi sering
R/: Mengurangi beban kerja lambung sehingga mengurangi mual.
4)    Kolaborasi dalam     pemberian nutrisi parenteral infus Ringer Laktat in D5% 1250cc/24 jam dan Kolaborasi dalam pemeriksaan Hb
R/: Infus mengandung glukosa dan sodium klorida yang dapat membantu pemenuhan nutrisi dan elektrolit tubuh. Hb merupakan salah satu unsur darah yang disintesis dari sat besi. Keduanya diperoleh dari asupan nutrisi yang dikonsumsi pasien, sehingga Hb merupakan indicator kimiawi yang menunjukan  status nutrisi.
5)    Observasi keadaan umum anak, asupan makan anak, dan BB.
R/: Pengukuran BB anak merupakan indikator dalam penentuan status gizi anak. Mengobservasi keadaan umum dan nafsu makan anak untuk menentukan tindakan selanjutnya.

2.    Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif ditandai dengan kelemahan, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, kulit kering dan haus. 
v  Goal                : klien akan mempertahankan volume cairan dalam batasan normal
v  Objective       : klien akan mempertahankan cairan aktif selama perawatan
v  Outcomes      : dalam jangka waktu 1x24 jam klien menunjukan:
·         Tidak lemah,
·         turgor kulit membaik,
·         mukosa lembab,
·         tidak haus,
·         kulit tidak kering.
Intervensi:
a)    Jelaskan kepada keluarga dan pasien tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharaan patensi  pemberian infus/ selang sonde.
R/: meningkatkan pemahaman keluarga tentang rehidrasi dan peran keluarga dalam melaksanakan terapi rehidrasi
b)    Pemeriksaan tekanan darah.
R/: hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya sistem kardiovascular untuk melakukan kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah.
c)    Monitoring status cairan (turgor kulit,membran mukosa, urine output)
R/: jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada prodiksi urine (urine < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadi syok hipovolemik).
d)    Observasi warna kulit, suhu, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.
R/: mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tekanan perifer.
e)    Obsevasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.
R/ upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan.
.
3.    Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status cairan ditandai dengan kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit.
v  Goal:  integritas kulit klien membaik.
v  Objective: klien akan mempertahankan status cairan yang normal
v  Outcomes: dalam waktu 1x24 jam klien menunjukkan lapisan kulit membaik, gangguan permukaan kulit berkurang.
Intervensi:
a)    Jelaskan kepada klien tentang penyebab kerusakan integritas kulit.
R/: pengetahuan yang memadai dapat meningkatkan sikap kooperatif pasien dan keluarga.
b)     Diskusikan faktor presisipitasi, bila diketahui, dan efek kerusakan integritas kulit jangka panjang
R/: pengetahuan tentang faktor presipetasi dapat membantu meminimalkan kerusakan kulit.
c)    Ubah posisi pasien minimal setiap 2 jam dan ikuti jadwal pengubahan posisi yang dipasang disamping tempat tidur. Pantau frekuensi pengubahan posisi.
R/: tindakan tersebut dapat mengurangi tekanan pada jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan mencegah kerusakan kulit.
d)    Inspeksi kulit pasien setiap pergantian jaga, jelaskan dan dokumentasikan kondisi kulit, dan laporkan perubahannya
R/: untuk menjukkan keefektifan program perwatan kulit.

4.    Intoleransi aktivitas b.d kelemahan ditandai dengan letih dan lemah.
v  Goal               : klien akan mempertahankan toleransi aktivitas yang adekuat selama dalam perawatan.
v  Objective      : klien tidak akan mengalami kelemahan selama perawatan
v  Outcomes     : dalam jangka waktu 1x24 jam klien menunjukan:
·           Tidak lemah
·           Tidak letih
Intervensi:
a)    Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang penyebab intoleransi aktivitas.
R/: pengetahuan yang memadai dapat meningkatkan sikap kooperatif pasien dan keluarga.
b)    Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien.
R/: menurunkan kebutuhan akan kalori protein yang diperlukan untuk melakukan aktivitas rutin.
c)    Instruksikan dan bantu klien untuk beraktivitas diselingi istirahat
R/: untuk mencegah keletihan.
d)    Observasi TTV
R/: untuk melihat keberhasilan dari rencana tindakan.

2.2.4   Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan yang telah ditetapkan/ dibuat.

2.2.5   Evaluasi Keperawatan
-       Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria hasil.






BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Jadi kesimpulannya, Malnutrisi adalah kekurangan asupan baik itu kalori maupun protein sehingga kebutuhan nutrisi dalam tubuh tidak terpenuhi serta dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dan fungsi-fungsi tubuh menjadi tidak berrfungsi dengan baik dan jika tidak ditangani maka akan berdampak buruk sampai ke kematian.
Tujuan pengobatan pada KKP adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein, serta mencegah kekambuhan. Pada KKP tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis, dan lain-lain perlu mendapat perawatan dirumah sakit.

3.2 Saran
Agar mahasiswa keperawatan dapat memahami Asuhan Keperawatan tentang Malnutrisi dengan baik serta dapat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan prosedur.












DAFTAR PUSTAKA
Doughty, Dorothy & Deora B. Jackson. 1993. Gastrointestinal disorders. Mosby’s clinical Nursing Series: Philadelphia
NANDA Internasional.2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta
Taylor, Cynthia M. & Sheila Spark Ralph. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan, Ed.10. EGC: Jakarta
Carpenito, Linda Juall.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Ed.10. EGC: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar