ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT
SHORT
BOWEL SYNDROM
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Konsep Teori
2.1.1
Pengertian
Short bowel syndrome
terjadi ketika fungsi dari panjangnya usus kecil tidak cukup untuk melakukan
penyerapan yang memadai untuk nutrisi, vitamin, mineral, cairan dan elektrolit.
Kondisi ini ditandai dengan steatorrhea, penurunan berat badan, malabsorpsi,
malnutrisi, dan gangguan cairan dan elektrolit (Doughty
& Deora.1993).
2.1.2 Etiologi
Short bowel syndrome
umumnya terjadi karena besarnya reseksi dari usus kecil yang mungkin terjadi
karena proses iskemik yang mempengaruhi dinding usus. Iskemik usus dapat
disebabkan oleh mesenterika penyakit pembuluh darah, volvulus,
herniastangulasi, atau trauma perut besar yang menyebabkan tranksaksi atau
avulse dari pembuluh darah mesenterika. Proses peradangan berat atau berulang
yang melibatkan usus kecil juga dapat menimbulkan sindrom usus pendek karena:
a) Reseksi
bedah besar atau berulang untuk mengontrol penyakit atau komplikasi
b) Kerusakan
mukosa dapat mengganggu daya serap di usus halus yang tersisa
c) Internal
fistula dapat terbentuk antara loop proksimal dan distal dari usus kecil,
menyebabkan nutrisi untuk “bypass” sejumlah besar permukaan serap.
Penyebab
yang sering dari usus pendek adalah reseksi bedah dari keganasan
retroperitoneal yang melibatkan pembuluh darah mesenteric superior, reseksi
kuratif untuk lesi harus menyertakan arteri mesenteric superior dan sediaan
usus itu. Ada banyak kontroversi panjang usus yang lebih dari usus yang utuh
didefinisikan “short bowel syndrome”. Ketidakmampuan untuk mendefinisikan
dengan tepat panjang usus yang diperlukan untuk kapasitas penyimpan yang
memadai disebabkan sebagian ukuran inkonsistensi, panjang dari usus kecil yang
utuh bervariasi sekitar 260-800 cm (tergantung pada keadaan kontraksi), yang
berarti bahwa evaluasi dari panjang usus kecil yang tersisa juga bervariasi.
Kesulitan dalam mendefinisikan panjang usus kecil yang dibutuhkan untuk upaya
penyerapan nutrisi yang cukup juga merupakan refleksi dari banyak variable yang
mempengaruhi fungsi usus, misalnya reseksi distal dapat meyebabkan kompromi
lebih besar dari reseksi proksimal, dan pembersihan duodenum yang tidak
ditoleransi dengan baik. Sekarang diakui bahwa ukuran minimal usus kecil yang dibutuhkan untuk
mempertahankan hidup tanpa dukungan jangka panjang nutrisi parenteral
bervariasi dari pasien ke pasien. Kebanyakan pasien dapat mentolerir kehilangan
40% atau lebih dari usus kecil sepanjang duodenum, ileum distal dan katup
ileocal tetap utuh. Factor-faktor yang meningkatkan risiko sindrom usus pendek
meliputi reseksi dari 75% atau lebih dari usus kecil (dengan panjang sisa 100
cm) dan reseksi ileum terminal dan katup ileocal. Retensi katup ileocal dapat
memungkinkan pasien menjalani reseksi usus besar untuk mendapatkan kembali
fungsi absortuve yang memadai; ketika calveileocal masih dipertahankan,
dorongan usus diperlambat, peningkatan penyerapan dan kontaminasi bakteri dari
usus kecil dicegah. Yang meningkatkan penyerapan lemak dengan mencegah dekonjugasi garam
empedu (Doughty & Deora.1993).
2.1.3 Patofisiologi
Malabsorpsi
nutrisi, vitamin, mineral, cairan dan elektrolit adalah efek patologis utama
dari sindrom usus pendek, gangguan sekunder meliputi hipersekresi lambung, hiperbilirubinemia,
peningkatan motilitas usus, diare akut, dan perkembangan batu ginjal oksalat.
Manifestasi spesifik tergantung pada panjang dan segmen tertentu dari usus yang
direseksi.
Makronutrien
(protein, lemak, dan karbohidrat) biasanya dicerna dan diserap dalam proksimal
150 cm dari jejunum;
namun nutrisi ini juga dapat diserap oleh jejunum distal atau ileum. Karbohidrat dan
protein yang lebih mudah dicerna dan diserap daripada lemak, ini menjelaskan
mengapa intoleransi lemak adalah masalah umum pada sindrom usus pendek,
sedangkan karbohidrat dan protein malabsorpsi jarang bahkan setelah reseksi
usus kecil yang besar. (Namun, laktosa kurang dapat ditoleransi, karena reseksi
usus kecil yang besar menciptakan defisiensi laktase). Malabsorpsi lemak
menciptakan masalah sekunder yang signifikan seperti kekurangan vitamin, larut lemak, kehilangan berat badan dan
steatorhea.
Kekurangan
vitamin dan mineral juga dapat terjadi pada
pasien sindrom usus pendek, tergantung pada segmen reseksi bowel dan beratnya
intoleransi lemak. Reseksi ileum terminal menyebabkan kekurangan vitamin B12,
yang menjadi manifestasi penyimpanan hati telah habis, malabsorpsi vitamin B12
memerlukan penggantian parenteral seumur hidup untuk mencegah anemia dan
neuropati perifer.
Usus
besar reseksi kecil mengakibatkan intoleransi lemak juga menyebabkan
malabsorpsi dari vitamin larut lemak (A, D, E, dan K); pemberian parenteral
vitamin K mungkin diperlukan untuk mencegah koagulapati sampai suplemen vitamin
oral dapat ditoleransi. Defisiensi
vitamin yang larut
dalam air juga dapat terjadi meskipun vitamin yang larut air yang diserap jauh lebih mudah
daripada vitamin larut dalam lemak; kebanyakan pasien dapat mempertahankan
vitamin yang
larut dalam air dengan suplemen cair. Kekurangan vitamin dikoreksi meimbulkan
berbagai tanda dan gejala klinis. Kekurangan mineral, seperti zat besi, asam
folat, dan kalsium, juga umum pada pasien dengan sindrom usus pendek, terutama
pada pasien yang menjalani duodenectomi parsial atau total.
Kekurangan-kekurangan tersebut harus dikoreksi dengan suplemen oral atau
parenteral untuk mencegah gejala sisa seperti anemia dan osteoporosis.
Selain
malabsorpsi makronutrien dan mikro, sindrom usus pendek juga dapat menyebabkan
gangguan parah pada keseimbangan cairan dan elektrolit. Baiasanya usus kecil
menyerap kembali sekitar 80% dan 8-10 L cairan yang masuk dan dikeluarkan
setiap hari kedalam usus kecil. Pasien dengan sindrom usus pendek awalnya
mungkin kehilangan sebanyak 5 liter cairan setiap hari melalui tinja, dengan
hipovolemi yang dihasilkan, hipokalemi, hiponatremi, dan asidosis metabolic.
Reseksi usus proksima kecil umumnya menghasilkan lebih sedikit
ketidakseimbangan jangka panjang dari reseksi kecil distal, ini karena ileum
distal & kolon memiliki kapasitas cadangan yang sangat besar untuk menyerap
cairan dan elektrolit, sedangkan kehilangan ileum distal tidak hanya menyajikan
beban besar untuk cairan usus besar tetapi juga menyebabkan garam empedu yang
disebabkan oleh diare.
Hipersekresi
lambung adalah efek sekunder umum dari sindrom usus pendek, tingkat
hipersekresi secara langsung berkaitan dengan sejauh mana sekresi usus kecil,
dengan reseksi 75% dua kali lipat dari jumlah asam yang biasa dilepaskan.
Sekresi besar mekanisme penyangga garam membanjiri usus kecil, menghasilkan pH intraluminal rendah yang
menonaktifkan enzim pancreas dan kerusakan mukosa usus kecil, yang dapat
menyebabkan ulserasi. Inaktivasi enzim pancreas lebih lanjut dapat membahayakan
pencernaan dan penyerapan lemak dan protein dan peningkatan asam intraluminal
memperburuk diare yang disebabkan oleh peningkatan zat terlarut. Penyebab
hipersekresi tidak diketahui
tetapi diduga mengakibatkani
hilangnya inhibitor (untuk sekresi asam lambung) biasanya dihasilkan oleh usus
kecil yang sempurna. Banyak pasien dengan sindrom usus pendek juga memiliki
perubahan sementara pada fungsi hati dan hiperbilirubinemia dan ikterus
merupakan perkembangan umum selama periode awal setelah reseksi usus kecil yang
besar. Mekanisme penyebab belum dipahami dengan baik tetai dianggap baik karena
bakteri yang timbul dari usus iskemik dan melalui sirkulasi portal ke hati atau
penurunan mendadak dalam aliran darah portal yang disebabkan reseksi usus kecil
yang besar.
Kolelitiasis
adalah komplikasi lain dari sindrom usus pendek; penelitian menunjukkan bahwa
kebanyakan pasien yang sindrom usus pendek akhirnya berkembang menjadi batu empedu, dan banyak
memerlukan
intervensi bedah dalam 2 tahun setelah reseksi usus kecil yang besar. Batu
empedu berkembang karena reseksi ileum terminal menyebabkan hilangnya reabsorpsi
garam empedu. Kemampuan hati untuk meningkatkan sintesis garam empedu relative
tetap, dan hasil penipisan garam empedu dalam empedu litogenik lebih.
Batu
kalsium oksalat ginjal juga lebih sering terjadi pada pasien dengan sindrom
usus pendek dan kolon sempurna. Batu-batu ini terjadi karena penyerapan oksalat
diet meningkat. Oksalat biasanya pasti akan pindah ke kalsium pada lumen usus
dan karena itu tidak dapat diserap. Namun dengan
adanya steatorhea, kalsium berikatan dengan asam lemak yang tidak dapat
diserap, meninggalkan oksalat dalam keadaan tidak diabsorpsi. Salah satu efek
yang melemahkan sindrom usus pendek meliputi salah satu factor etiologi.
Meskipun factor yang paling jelas adalah pengurangan di daerah serap dan
peningkatan cairan yang disediakan untuk usus besar, sejumlah factor tambahan
memperburuk diare. Salah satunya adalah peningkatan zat terlarut disebabkan
oleh nutrisi yang belum dicerna, yang menyebabkan diare osmolar. Factor lain
adalah hipermotilitas yang umumnya menyertai sindrom usus pendek yang sangat
signifikan ketika reseksi usus kecil termasuk katup ileocecal. Reseksi katup
ileocecal juga memungkinkan kontaminasi bakteri dari usus kecil, yang
berkontribusi untuk menafsirkan garam empedu, dengan malabsorpsi lemak resultan dengan stetorhea. Steatorhea
juga merupakan factor ketika ileum terminal (direseksi, penipisan menghasilkan
garam empedu yang juga mengganggu penyerapan lemak). Konsumsi laktosa dengan adnya defisiensi lactase
memberikan kontribusi untuk diare dalam dua cara: 1) Laktosa tercerna menyebabkan diare
osmolar di usus kecil; 2) Aksi
bakteri kolon pada laktosa menghasilkan asam laktat, yang bertindak sebagai
iritan kolon dan menyebabkan diare lebih lanjut. Mengontrol
diare merupakan tantangan uatam dalam pengelolaan
sindrom usus pendek (Doughty
& Deora.1993).
2.1.4 Manifestasi
klinik
·
steatorrhea, penurunan berat badan,
malabsorpsi, malnutrisi, dan gangguan cairan dan elektrolit (Doughty & Deora.1993).
2.1.5 Komplikasi
(Doughty & Jackson)
a) Ulkus
peptikum
b) Hipovolemi
c) Diare
akut
d) Kolelitiasis
2.1.6 Pengkajian
Diagnostik dan hasil
·
Elektrolit serum menunjukkan penurunan level
(hiponatremia, hipokalemia)
·
Gas darah arteri menunjukkan asidosis
metabolic (penurunan level bikarbonat)
·
Pemeriksaan hati menunjukkan peningkatan
level bilirubin, dan perubahan lainnya.
·
Tempat penyimpan lemak menunjukkan
peningkatan lemak pada tempat dan penurunan absorpsi lemak, indikasi
malabsorpsi lemak (normalnya; <6g dari lemak pada tempatnya per 24 jam,
koefisien absorpbsi lemak > 95%)
·
Hemoglobin dan hematokrit berkurang
·
Albumin serum berkurang
·
Kalsium, iron, vitamin, zink, asam folat,
vitamin B12 berkurang
·
Tes schilling untuk absorpsi vitamin B12
manunjukkan penurunan akskresi vitamin B12.
·
Protombrin time (PT) pemanjangan PT dapat
ditunjukkan dengan malabsorpsi lemak, dan defisiensi vitamin K.
·
Hydrogen breath test peningkatan level
hydrogen sering muncul pada pasien dengan intoleransi lactose.
2.1.7 Penatalaksanaan
Managemen umum
a) Tahap
1 (fase pasca operasi)
Status NPO mencegah
eksaserbasi diare, NGT selama periode pasca operasi awal untuk mencegah muntah,
cairan IV dan TPN untuk memasok nutrisi yang dibutuhkan vitamin, mineral,
cairan dan eletrolit; IV garam albumin tak cukup untuk memperbaiki
hipoalbuminemia dan menjaga tekanan oncotio. Pemantauan hemodinamik (tanda-tanda
vital, asupan, keluaran, tekanan vena sentral swan-ganz readings).
b) Tahap
2 (2 bulan sampai 1-2 tahun setelah operasi)
Kemajuan bertahap dalam
asupan nutrisi dan cairan oral, dengan penurunan nilai volume pemberian makan
TPN beradasarkan toleransi; pemberian makan oral awal: elektrolit sederhana dan
larutan karbohidrat (misalnya; flafored dekstosa 5% dalam larutan ringer
laktat); kemajuan bertahap untuk mencairkan secara kimiawi diet tertentu dengan
rantai pendek peptide dan asam amino sederhana, kemajuan progresif untuk tinggi
karbohidrat, tinggi protein, moderat lemak, diet rendah laktosa (awalnya
padatan harus diberikan secara terpisah dengan cairan). Suplementasi dengan
rantai pendek dan trigliserida rantai menengah (misalnya minyak kelap 30ml bid
atau tid) dan asam lemak esensial (misalnya, minyak safflower, 30ml atau tid)
dibutuhkan pemantauan status nutrisi (berat badan harian atau mingguan, serum
penentuan indeks nutrisi)
c) Tahap
3 (managemen jangka panjang)
Pemberian makan oral
ditoleransi (karbohidrat tinggi, protein tinggi, lemak sedang, laktosa rendah);
jumlah asupan oral harus lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan untuk
mengimbangi malabsorpsi nutrisi. Suplementasi enteral asupan oral seperti yang
diperlukan untuk pasien tidak mampu menjaga berat badan dengan pemberian makan
oral (misalnya terus-menerus tetes, pemberian makan oral lactose enteral bebas
8-12 jam/ hari). Suplemen parenteral seperti yang diperlukan untuk pasien tidak
mampu menjaga berat badan pemberian makan oral dan suplemen enteral (misalnya,
infuse siklik TPN 12 jam/ hari).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Keperawatan
a. Anamnesa:
v Identitas:
v Keluhan
utama: . steatorrhea, penurunan berat badan,
malabsorpsi, malnutrisi, dan gangguan cairan dan elektrolit
v Riwayat
penyakit sekarang: steatorrhea, penurunan berat badan, malabsorpsi, malnutrisi,
dan gangguan cairan dan elektrolit
v Riwayat
Penyakit Dahulu: karena
besarnya reseksi dari usus kecil yang mungkin terjadi karena proses iskemik
yang mempengaruhi dinding usus.
b. Pola ADL:
v Aktivitas: kelelahan, kelemahan otot,
merasa pusing atau lemah ketika berdiri, nyeri pinggul atau sakit saat
berjalan, mengeluh gatal-gatal.
v Nutrisi: mengeluh sering buang air besar,
melaporkan penurunan berat badan terus-menerus meskipun meningkatkan asupan
nutrisi oral, mual, muntah.
v Eliminasi: mengeluh sering buang air besar, melaporkan
sering diare, melaporkan flatus dan diare setelah minum susu atau produk susu
(intoleransi laktosa)
v Hygiene: kurang kebersihan diri
c. Pemeriksaan
fisik
v B1 : pernapasan kusmaul
v B2 : curah jantung menurun
v B3 : nyeri abdomen
v B4 : buang
air kecil berkurang dengan konsentrasi urine meningkat.
v B5 : tinja berminyak dan berbau busuk, berat
badan mungkin kurang dari 80%-90% dari berat biasa, bising usus hiperaktif,
nyeri abdomen
v B6 : daerah perianal terlihat eritematous
dan gundul, gatal-gatal, turgor kulit buruk, bibir dan kulit kering, kelemahan,
kelelahan, kelemahan otot.
2.2.2 Diagnosa
Keperawatan
a. Diare
berhubungan dengan malabsorpsi atau
inflamasi sekunder akibat gangguan usus ditandai dengan feses lunak, cair,
peningkatan frekuensi defekasi, frekuensi bising usus meningkat.
b.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien
ditandai dengan diare, bising usus hiperaktiif, menghindari makan, berat badan
20% atau lebih dibawah berat badan ideal.
c. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
membrane mukosa kering, kulit kering, haus, kelemahan, penurunan berat badan
tiba-tiba, penurunan haluaran urin.
d.
Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status cairan
ditandai dengan kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit.
2.2.3 Perencanaan
Keperawatan
a. Diare
berhubungan dengan malabsorpsi cairan dan nutrisi
Goal : klien tidak akan mengalami diare
Objektif : klien akan mempertahankan absorpsi
cairan dan nutrisi yang adekuat selama perawatan
Outcomes : dalam jangka waktu 1x24 jam perawatan, klien
menunjukan:
·
Feses
lunak
·
BAB terkontrol atau berkurang
·
Kram berkurang
·
Bising usus dalam batasan normal (5-35x/
menit)
Intervensi
1) Jelaskan
penyebab diare
R/: Pengetahuan
yang memadai dapat meningkatkan sikap kooperatif pasien dan keluarga.
2) Anjurkan
pemberian makan oral dan enteral dengan keseimbangan pemecahan karbohidart dan
elektrolit sederhana.
R/ keseimbangan larutan garam dan gula sederhana siap diabsorpsi dan jika menurun maka
akan meningkatkan diare.
3) Lakukan
perawatan kulit perianal dengan tepat
R/ diare dihubungkan dengan
sindrom usus pendek terdiri dari enzim proteolitik dan dapat menjadi asam;
perawatan kulit dengan teliti sangat esensial untuk mencegah kerusakan kulit.
4) Lakukan
pengobatan antisekretori sesuai instruksi (contohnya, cimetidine, ranitidine,
famotidin, somatostatin)
R/ pengobatan antisekretori mengurangi sekresi intestinal dan kemudian
membantu mengurangi pengeluaran feses.
5) Kolaborasi
dengan dokter dan ahli gizi untuk kemajuan pemberian makan oral dan enteral secara perlahan sesuai toleransi pasien
R/ berangsur-angsur kemajuan dari pemberian makan oral dan enteral
menstimulasi adaptasi usus tanpa eksaserbasi malabsorpsi dan diare.
6) Monitor
frekuensi, volume, dan konsistensi stools
R/ diare merupakan tanda klinis yang sering pada malabsorpsi nutrisi;
volume, frekuensi, dan konsistensi dari ketidak mampuan reflek GI mencerna dan
menyerap nutrisi.
b. Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dengan malabsorpsi
nutrisi
v Goal :
klien akan mempertahankan status nutrisi selama dalam perawatan.
v Objektif : klien akan mempertahankan absorpsi
nutrisi yang adekuat selama perawatan
v Outcomes : dalam jangka waktu 1x24 jam perawatan,
klien menunjukan:
·
berat badan dalam batas normal atau ideal
·
tidak diare
·
bising usus dalam batasan normal (5-35x/
menit)
·
pengetahuan/ informasi membaik
·
nyeri berkurang
·
tidak kram abdomen
Intervensi
1)
Jelaskan kepada klien dan keluarga dampak bila anak tidak mau
makan dalam jangka waktu yang lama.
R/: Asupan nutrisi yang kurang bisa
menyebabkan penurunan berat badan dan pengurangan pembentukan energy.
2) Anjurkan
klien untuk berkumur dahulu sebelum makan.
R/: Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
makan
3) Anjurkan
kepada keluarga untuk beri makanan
sedikit tapi sering
R/: Mengurangi beban kerja lambung sehingga
mengurangi mual.
4) Kolaborasi
dalam pemberian nutrisi parenteral infus Ringer Laktat in D5%
1250cc/24 jam dan Kolaborasi
dalam pemeriksaan Hb
R/: Infus mengandung glukosa dan sodium
klorida yang dapat membantu pemenuhan nutrisi dan elektrolit tubuh. Hb merupakan salah satu unsur darah yang
disintesis dari sat besi. Keduanya diperoleh dari asupan nutrisi yang
dikonsumsi pasien, sehingga Hb merupakan indicator kimiawi yang menunjukan status nutrisi.
5) Observasi
keadaan umum klien,
asupan makan, dan BB.
R/: Pengukuran BB anak merupakan indikator
dalam penentuan status gizi klien.
Mengobservasi keadaan umum dan nafsu makan klien
untuk menentukan tindakan selanjutnya.
c. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Goal : klien menunjukkan volume cairan yang adekuat
Objektif : klien akan mempertahankan cairan yang normal selama perawatan
Outcomes : dalam jangka waktu 1x24 jam perawatan,
klien menunjukan:
·
membrane mukosa lembab
·
turgor kulit membaik
·
tidak haus,
·
tidak lemah,
·
berat badan normal atau membaik
Intervensi
1) Jelaskan
alasan kehilangan cairan dan ajarkan kepada pasien cara memantau volume cairan
R/ mendorong keterlibatan pasien dalam perawatan personal
2) Ukur
lingkar perut setiap giliran jaga
R/ untuk memantau adanya
asites dan third spaces shift
3) Selimuti
pasien hanya dengan kain yang tipis
R/ mencegah vasodilatasi, terkumpulnya darah di ektremitas dan
berkurangnya volume darah sirkulasi
4) Berikan
cairan, darah atau produk darah, atau ekspander plasma
R/ mengganti cairan dan kehilangan darah serta mempermudah pergerakan
cairan kedalam ruang intravaskuler.
5) Periksa
berat jenis urine setiap 8 jam
R/ peningkatan berat jenis urine
dapat mengindikasikan dehidrasi
6) Pantau
turgor kulit dan membrane mukosa
R/ memeriksa dehidrasi
7) Pantau
dan catat TTV setiap 2 jam
R/ takikardia, hipotensi atau dispnea dapat mengindikasikan kekurangan
volume cairan.
2.2.4 Implementasi
Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan dengan
mengacu pada rencana tindakan yang telah ditetapkan/ dibuat.
2.2.5 Evaluasi
Keperawatan
- Evaluasi
keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi,
tidak teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria hasil.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Short bowel syndrome terjadi ketika fungsi dari
panjangnya usus kecil tidak cukup untuk melakukan penyerapan yang memadai untuk
nutrisi, vitamin, mineral, cairan dan elektrolit. Kondisi ini ditandai dengan
steatorrhea, penurunan berat badan, malabsorpsi, malnutrisi, dan gangguan
cairan dan elektrolit.
Malabsorpsi
nutrisi, vitamin, mineral, cairan dan elektrolit adalah efek patologis utama
dari sindrom usus pendek, gangguan sekunder meliputi hipersekresi lambung,
hiperbilirubinemia, peningkatan motilitas usus, diare akut, dan perkembangan
batu ginjal oksalat. Manifestasi spesifik tergantung pada panjang dan segmen
tertentu dari usus yang direseksi.
3.2 Saran
Agar mahasiswa keperawatan
dapat memahami Asuhan Keperawatan tentang
Short Bowel Syndrome dengan baik serta dapat melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Doughty, Dorothy & Deora B. Jackson. 1993. Gastrointestinal
disorders. Mosby’s clinical Nursing Series: Philadelphia
NANDA Internasional.2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta
Taylor, Cynthia M. & Sheila Spark Ralph. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan,
Ed.10. EGC: Jakarta
Carpenito, Linda Juall.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Ed.10.
EGC: Jakarta